Kisah Nabi Shamu'ayl as (Samuel), Bani Israil, Tholut, Daud & Jalut
"Apakah kamu tidak memerhatikan pemuka-pemuka bani Israil sesudah Nabi Musa, yaitu ketika mereka berkata kepada seorang nabi mereka, "Angkatlah untuk kami seorang raja supaya kami berperang (di bawah pimpinannya) di jalan Allah." Nabi mereka menjawab, "Mungkin sekali jika kamu nanti diwajibkan berperang, kamu tidak akan berperang." Mereka menjawab, "Mengapa kami tidak mahu berperang di jalan Allah, padahal sesungguhnya kami telah diusir dari kampung halaman kami dan dari anak-anak kami?" Tatkala perang itu diwajibkan ke atas mereka, mereka pun berpaling, kecuali beberapa orang saja di antara mereka. Dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang zalim." [Surah al-Baqarah : ayat 246]
Menurut Mujahid, Nabi tersebut ialah Shamu'ayl a.s. (Samuel) Sama seperti yang dikatakan oleh Muhammad ibnu Ishaq, dari Wahb ibnu Munabbih, bahawa dia adalah Samuel ibnu Bali ibnu Alqamah ibnu Turkham ibnu Yahd ibnu ibn Bahrad ibnu Alqamah ibnu Majib ibnu Amrisa ibnu Azria ibnu Safiyyah ibnu Alqamah ibnu Abu Yashif ibnu Qarun ibnu Yas-hur ibnu Qahis ibnu Lewi ibnu Ya'qub ibnu Ishaq ibnu Ibrahim a.s.
Wahb ibnu Munabbih dan lain-lain-nya mengatakan, pada mulanya kaum Bani Israel selepas Nabi Musa a.s berada di jalan yang lurus selama satu kurun waktu. Kemudian mereka membuat perkara-perkara yang baru dan sebahagian di antara mereka ada yang menyembah berhala-berhala. Di antara mereka masih ada nabi-nabi yang memerintahkan kepada mereka untuk berbuat kebajikan dan melarang berbuat kemungkaran, serta meluruskan mereka sesuai dengan ajaran kitab Taurat. Hingga akhirnya mereka melakukan apa yang mereka sukai, lalu Allah memberi kuasa kepada mereka ke atas musuh-musuh mereka, dan akhirnya ramai di antara mereka yang terbunuh dalam jumlah yang sangat besar. Ramai yang ditawan oleh musuh-musuh mereka, serta negeri mereka banyak yang diambil dan dijajah oleh musuh-musuh mereka.
Pada mulanya, tiada seorang raja pun yang menyerang mereka melainkan mereka dapat mengalahkannya. Ianya adalah berkat kitab Taurat dan Tabut (peti) yang telah ada sejak masa lalu. Keduanya diwariskan secara turun-temurun dari para pendahulu mereka sampai kepada Nabi Musa a.s. Tetapi tatkala mereka tenggelam dalam kesesatan, maka kedua barang tersebut dapat dirampas dari tangan mereka oleh salah seorang raja dalam suatu peperangan. Raja tersebut dapat merampas kitab Taurat dan "Tabut" dari tangan mereka, dan tiada yang hafal kitab Taurat dari kalangan mereka kecuali hanya segelintir sahaja.
Kenabian terputus dari keturunan mereka, tiada yang tertinggal dari kalangan keturunan Lewi yang biasanya menurunkan para nabi selain seorang wanita hamil dari suaminya yang telah terbunuh. Maka kaum Bani Israel mengambil wanita tersebut dan menjaganya dalam sebuah rumah dengan harapan semoga Allah memberinya rezeki seorang anak yang kelak akan menjadi seorang nabi bagi mereka. Wanita tersebut juga terus-menerus berdoa kepada Allah S.w.t agar dikurniakan seorang anak lelaki.
Allah S.w.t memperkenankan doa wanita itu dan lahirlah darinya seorang bayi lelaki yang kemudian diberi nama Samuel, yang ertinya "Allah memperkenankan doaku". Di antara ulama ada yang mengatakan bahawa bayi itu diberi nama Syam'un (Samson) yang maknanya sama.
Anak tersebut membesar hingga dewasa di kalangan kaumnya (Bani Israel) dan Allah menganugerahkan-nya dengan tumbesaran yang baik. Ketika usianya sampai kepada usia kenabian, maka Allah mewahyukan kepadanya yang isinya memerintahkan kepadanya agar mengajak dan menyeru kaum-nya untuk menTauhid-kan Allah S.w.t.
Lalu dia menyeru kaum Bani Israel, dan mereka meminta kepadanya agar dia mengangkat seorang raja buat mereka yang akan memimpin mereka dalam memerangi musuh-musuh mereka, kerana raja mereka telah binasa.
Maka si Nabi a.s berkata kepada mereka, "Apakah kalian benar-benar jika Allah mengangkat seorang raja untuk kalian, bahawa kalian akan berperang dan menunaikan tugas yang dibebankan kepada kalian, iaitu berperang bersamanya?" Mereka menjawab, yang jawapannya disebut oleh firman-Nya;
"Mengapa kami tidak mahu berperang di jalan Allah, padahal sesungguhnya kami diusir dari kampung halaman kami dan dari anak-anak kami." [al-Baqarah : 246]
Yakni negeri kami telah dirampas dari tangan kami, dan ramai anak-anak kami yang ditawan. Allah S.w.t berfirman;
"Maka tatkala perang itu diwajibkan ke atas mereka, mereka pun berpaling, kecuali beberapa orang saja di antara mereka, Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang zalim." [al-Baqarah : 246]
Yaitu mereka tidak memenuhi apa yang telah mereka janjikan, bahkan kebanyakan dari mereka membangkang, tidak mahu berjihad, dan Allah Maha Mengetahui tentang mereka.
"Nabi mereka mengatakan kepada mereka, "Sesungguhnya Allah telah mengangkat Tholut menjadi raja kalian." Mereka menjawab, "Bagaimana Tholut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan darinya, sedangkan dia pun tidak diberi kekayaan yang banyak?" (Nabi mereka) berkata, "Sesungguhnya Allah telah memilihnya menjadi raja kalian dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa." Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui." [al-Baqarah : 247]
Ketika mereka meminta nabi mereka agar diangkat seorang raja buat mereka, maka Allah menentukan Tholut untuk menjadi raja mereka. Tholut adalah seorang lelaki dari kalangan perajurit mereka, bukan berasal dari keluarga raja mereka, kerana raja mereka berasal dari keturunan Yahuza, sedangkan Tholut bukan keturunan-nya. Kerana itulah disebut oleh firman-Nya, bahawa mereka mengatakan;
"Bagaimana Tholut memerintah kami..." [al-Baqarah : 247]
Dengan kata lain, "mana mungkin Tholut menjadi raja kami?"
Sebahagian ulama mengatakan bahawa Tholut adalah seorang pengangkut air. Menurut pendapat yang lain, Tholut ialah penyamak kulit.
Ungkapan ini merupakan sanggahan mereka terhadap nabi mereka dan sekaligus sebagai suatu protes, padahal yang lebih utama bagi mereka hendaklah mereka taat dan mengucapkan kata-kata yang baik. Selanjutnya nabi mereka memberikan jawapan yang disebut oleh firman-Nya;
"Sesungguhnya Allah telah memilihnya menjadi raja kalian." [al-Baqarah : 247]
Iaitu Allah-lah yang memilih-nya menjadi raja kalian melalui nabi kalian. Allah lebih mengetahui tentang Tholut dari kalian. Dengan kata lain, bukan aku yang menentukan Tholut menjadi raja di atas kemahuanku sendiri, melainkan Allah-lah yang memerintahkan kepadaku agar memilih-nya di waktu kalian meminta perkara tersebut kepadaku.
"dan Allah menganugerahkan-nya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa." [al-Baqarah : 247]
Selain dari itu, Tholut lebih berilmu daripada kalian, lebih cerdik, lebih banyak akalnya, lebih kuat, lebih teguh dalam peperangan serta lebih berpengalaman mengenainya. Ringkasnya, Tholut lebih sempurna ilmunya dan lebih kuat tubuhnya dari kalian.
Dari ayat ini dapat diambil kesimpulan bahawa seorang raja mestilah memiliki ilmu, cerdik, mampu, kuat, serta perkasa tubuh dan jiwanya. Kemudian Allah S.w.t berfirman;
"Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendakinya." [al-Baqarah : 247]
Ertinya, Dialah yang Berkuasa yang melakukan semua yang dikehendaki-Nya dan Dia tidak diminta pertanggung-jawaban tentang apa yang diperbuat-Nya, akan tetapi mereka-lah yang mesti mempertanggung-jawabkan-nya. Ini berkat Ilmu dan Kebijaksanaan-Nya serta belas-kasihan-Nya kepada makhluk-Nya.
"Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka, "Sesungguhnya tanda dia akan menjadi raja ialah kembalinya Tabut kepada kalian, di dalamnya terdapat ketenangan dari Rabbmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; Tabut itu dibawa oleh malaikat. Sesungguhnya pada hal itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman." [al-Baqarah : 248]
Nabi mereka berkata kepada mereka, bahawa sesungguhnya alamat keberkatan Raja Tholut kepada kalian ialah dengan dikembalikan-Nya Tabut kepada kalian oleh Allah, yang sebelumnya telah dirampas dari kalian.
Firman Allah S.w.t; "dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun." [al-Baqarah : 248]
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Mutsanna, telah menceritakan kepada kami Abul Walid, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Daud ibnu Abu Hindun, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas berhubungan dengan makna ayat ini. Yang dimaksudkan dengan peninggalan tersebut adalah tongkat Nabi Musa dan lembaran-lembaran Lauh (Taurat). Hal yang sama dikatakan juga oleh Qatadah, As-Saddi, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan Ikrimah. Ikrimah menambah bahawa selain dari itu ada kitab Taurat.
Atiyyah ibnu Sa'id mengatakan bahawa isinya adalah tongkat Musa dan Harun, baju Musa dan Harun, serta lembaran-lembaran lauh.
Ibnu Juraij mengatakan, Ibnu Abbas pernah mengatakan bahawa malaikat datang seraya memikul Tabut di antara langit dan bumi, hingga Tabut itu diturunkan di hadapan Tholut, di samping orang-ramai menyaksikan peristiwa tersebut.
"Maka tatkala Tholut keluar membawa tenteranya, dia berkata, "Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan suatu sungai. Maka siapa di antara kamu meminum airnya, bukanlah dia pengikutku. Dan barang siapa tidak meminumnya, kecuali menciduk seciduk tangan, maka dia adalah pengikutku." Kemudian mereka meminumnya kecuali beberapa orang di antara mereka. Maka tatkala Tholut dan orang-orang yang beriman bersama dia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata, "Tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya." Orang-orang yang meyakini bahawa mereka akan menemui Allah berkata, "Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar." [al-Baqarah : 247]
Menurut Ibnu Abbas, sungai tersebut terletak di antara Jordan dan Palestine, iaitu sebuah sungai yang dikenali dengan nama Syari'ah.
Ibnu Juraij mengatakan, "menurut Ibnu Abbas, barangsiapa yang menciduk air dari sungai itu dengan seciduk tangan-nya, maka dia akan kenyang, tetapi barangsiapa meminum-nya, maka dia tidak akan kenyang dan tetap dahaga."
As-Saddi mengatakan, jumlah tentera Thalut ialah 80 ribu orang. Yang meminum air sungai itu seramai 76 ribu orang, sehingga yang tinggal hanyalah 4 ribu orang.
Namun pendapat ini menurut saya sendiri sebagai penulis adalah pendapat lemah. Karena ada dalil riwayat Bukhari yang lebih kuat.
"Tatkala mereka nampak Jalut dan tenteranya, mereka pun (Tholut dan tenteranya) berdoa, "Wahai Rabb kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kukuhkan-lah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir." Mereka (tentera Tholut) mengalahkan tentera Jalut dengan izin Allah dan (dalam peperangan itu) Daud membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepadanya (Daud) pemerintahan dan hikmah, dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian manusia dengan sebahagian yang lain, pasti rosaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai kurnia (yang dicurahkan) ke atas semesta alam. Itu adalah ayat-ayat Allah. Kami bacakan kepadamu dengan hak (benar) dan sesungguhnya kamu benar-benar salah seorang di antara nabi-nabi yang diutus." [al-Baqarah : 250 - 252]
[Imam Ibnu Katsir - Tafsir Ibnu Katsir, surah al-Baqarah, ayat 246 - 252]
Imam Bukhari meriwayatkan dalam kitab ash-Shahih dari hadits Israel, Zuhair dan ats-Tsauri, dari Abu Ishaq, dari al-Bara', dari 'Azib dia berkata; "Kami, sahabat Nabi Muhammad S.a.w pernah berbincang-bincang bahwa jumlah orang-orang yang ikut dalam Perang Badar, sama seperti jumlah bala tentera Tholut yang melintasi sungai. Orang-orang yang melintasi sungai tersebut hanya tiga ratus sekian belas orang mu'min." [Riwayat Bukhari]
Adapun perkataan As-Saddi yang mengatakan bahawa jumlah pasukan Tholut 80 ribu orang masih diperselisihkan. Kerana kota Baitul Maqdis tidak mampu memuatkan pasukan perang mencapai 80 ribu orang.
Wallahu a'lam.
[Imam Ibnu Katsir - Qashashul Anbiya']
0 Comments